All posts by george

Oh No! Gigi Terkena Benturan dan copot? Jangan Panik Dulu Ya

Oh No! Gigi Terkena Benturan dan copot? Jangan Panik Dulu Ya

Hidup tidak selamanya berjalan mulus bukan? Yup, kecelakaan baik besar maupun kecil bisa saja terjadi, bisa pada anak kecil atau orang dewasa, misalkan akibat terjatuh dari sepeda, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan saat berolahraga dan lain-lain.  Tak jarang kecelakaan menyebabkan benturan pada area wajah, terutama area mulut dan gigi. Gigi yang terkena benturan tersebut bisa menimbulkan masalah, seperti posisi gigi yang bergeser, gigi patah (fraktur gigi), gigi goyang, bahkan gigi bisa sampai terlepas dari soketnya atau dinamakan avulsi gigi. 

Kasus avulsi gigi dewasa terjadi pada 0,5 – 3% dari semua masalah kegawatdaruratan gigi dan banyak terjadi pada gigi depan atas. Avulsi gigi ini merupakan kegawatdaruratan yang seharusnya ditangani cepat. Penelitian menunjukkan bahwa avulsi gigi adalah salah satu masalah yang serius karena prognosis / tingkat keberhasilan perawatannya ditentukan dari penanganan awal dan perawatan yang dilakukan setelah gigi terlepas. Gigi yang lepas dapat dilakukan replantasi/ ditanamkan kembali ke dalam soketnya. Pada beberapa kasus tidak disarankan dilakukan replantasi, seperti tingkat kerusakan yang meluas sampai ke tulang rahang, pasien tidak kooperatif atau pasien mempunyai riwayat penyakit berat (immunosupresi dan penyakit kardiovaskular).

Jika terjadi benturan yang keras dan gigi terlepas dan kondisi tidak memungkinkan untuk bertemu dokter gigi segera, lebih baik segera melakukan pertolongan pertama untuk kemudian dibawa ke klinik dokter gigi. Penanganan awal yang dapat dilakukan jika gigi permanen terlepas (gigi susu sebaiknya tidak di replantasi) :

  • Tenangkan korban/diri sendiri (bila terjadi pada diri sendiri) terlebih dahulu
  • Temukan gigi yang terlepas dan pegang bagian mahkota gigi saja (bagian yang putih dari gigi), hindari memegang bagian akar gigi untuk mencegah kontaminasi
  • Jika gigi terlihat kotor, dilakukan pencucian dengan air dingin yang mengalir maksimal selama 10 detik
  • Letakkan kembali gigi yang lepas tersebut ke dalam soketnya (replantasi) secara hati-hati dan instruksikan untuk menggigit sapu tangan/kapas/tissue untuk menahan gigi tetap pada posisinya
  • Jika tidak memungkinkan untuk segera di replantasi, tempatkan gigi yang terlepas ke dalam media penyimpanan, seperti segelas susu, larutan saline, air liur. Selain media penyimpanan, gigi yang lepas bisa juga diletakkan di dalam mulut seperti di bagian dekat bibir, bagian dalam pipi atau di bawah lidah. Namun, jika pasien masih sangat muda/anak-anak lebih baik dihindari karena bisa saja gigi tidak sengaja tertelan. Hal ini dilakukan untuk menjaga vitalitas jaringan periodontal di bagian akar gigi. 
  • Segera membawa korban beserta gigi yang sudah ada di dalam media penyimpanan tersebut ke klinik dokter gigi terdekat.

Setelah sampai di klinik, dokter gigi akan melakukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang terbaik. Kondisi rongga mulut dan soket akan dibersihkan dulu dan dilakukan replantasi jika gigi masih berada di luar mulut. Perawatan lain yang mungkin akan dilakukan yaitu perawatan saluran akar gigi dan splinting (mengikat kembali gigi yang lepas dengan gigi yang masih kuat di sebelahnya). Dokter akan memberikan resep antibiotik, obat kumur antimikroba dan suntik anti-tetanus serta menginstruksikan untuk diet lunak  dan menjaga kebersihan mulut. Pasien harus selalu follow-up selama 1, 3, 6 dan 12 bulan untuk dilakukan evaluasi hasil perawatannya.

Nah setelah membaca artikel ini kamu sudah tidak bingung kan harus bagaimana bila menjumpai kasus gigi lepas?

Untuk informasi lebih lanjut dan reservasi silakan hubungi kontak kami:
WA: 0821-2265-3850
LINE: Jbdental
Call: 0821- 2265-3850

More

Mengapa Gusi Bewarna Kehitaman? Apa itu Gum Depigmentation?

Gusi adalah bagian dari mulut yang terlihat saat tersenyum. Gusi yang berwarna merah muda merupakan salah satu ciri gusi yang sehat. Namun, warna gusi pada setiap orang bisa berbeda. Kondisi ini disebabkan oleh adanya faktor dari dalam tubuh (endogen) atau luar tubuh (eksogen) dan fisiologis (normal) atau patologis (berhubungan dengan penyakit tertentu). Faktor dari dalam tubuh salah satunya adalah genetik, tergantung pada produksi melanin atau melanosit dalam tubuh. Biasanya gusi yang berwarna lebih gelap ditemukan pada etnis Afrika atau Timur Tengah. Faktor lainnya yaitu tanda adanya penyakit tertentu, kebiasaan dan gaya hidup, seperti merokok, efek samping obat rutin, Riwayat infeksi atau cedera pada gusi, adanya gangguan pembuluh darah, gangguan hormon atau paparan logam dalam jangka waktu yang lama. Sehingga ada orang yang warna gusi nya lebih gelap seperti cokelat muda, cokelat tua, bahkan kehitaman. Hal ini yang membuat banyak orang kurang percaya diri saat tersenyum. Kondisi gusi yang seperti ini dinamakan hiperpigmentasi gusi.
gusi hitam

 

Lalu, apakah ada cara untuk mengatasi hiperpigmentasi gusi ini? 

Kondisi gusi yang warnanya sudah berubah dapat diatasi dengan tindakan medis yang dinamakan gum depigmentation. Ada beberapa prosedur dalam gum depigmentation ini, yaitu dengan electrosurgery, cryosurgery, gingival graft, teknik bedah dengan scalpel, teknik laser.

Perawatan gum depigmentation yang biasa digunakan yaitu dengan metode laser dan scalpel. Keduanya sama-sama menghilangkan lapisan terluar dari gusi yang memiliki jumlah melanin lebih banyak namun metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Metode laser lebih banyak disukai karena cepat, lebih tidak sakit dan tidak menimbulkan perdarahan jika dibandingkan dengan metode scalpel. Namun, metode scalpel ini memiliki waktu penyembuhan yang lebih cepat.

Dalam melakukan prosedur gum depigmentation, pasien akan dilakukan penyuntikan terlebih dahulu secara local pada area yang akan dilakukan tindakan. Tindakan akan memakan waktu 20-45 menit tergantung dari ukuran gelapnya warna gusi. Jika gusi yang kehitaman disebabkan karena merokok, sebisa mungkin pasien disarankan untuk tidak merokok lagi agar hasil perawatan lebih maksimal.

Ketika perawatan gum depigmentation selesai dan warna gusi sudah lebih cerah seperti gusi sehat kembali, pasien dapat melakukan pemutihan gigi agar efek yang dihasilkan lebih optimal dan senyum lebih percaya diri.

Di klinik JB Dental Bekasi kami sudah berpengalaman melakukan treatment Gum Depigmentation ini pada banyak pasien. Untuk memastikan pilihan perawatan yang tepat dengan kondisi pasien, silakan berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter gigi kami.

More

Perawatan Gigi Pada Ibu Hamil, Amankah?

Perawatan Gigi Pada Ibu Hamil, Amankah?

Kehamilan merupakan momen yang membahagiakan. Namun, momen membahagiakan sering menjadi resah akan hal yang dapat membahayakan bayinya. Hal tersebut salah satunya merujuk pada perawatan gigi dan mulut. Selama ini, perawatan gigi pada ibu hamil biasanya dianggap akan membahayakan ibu dan janin. Namun, hal ini tidak benar karena justru dalam kondisi hamil disarankan untuk memeriksakan kesehatan gigi seawal mungkin ke dokter gigi. Ibu hamil sangat rentan dan berisiko tinggi mengalami pembengkakan gusi, gusi berdarah, mulut kering, atau gigi yang lebih sensitif, dan masalah lainnya. Padahal, masalah gigi dan mulut tersebut jika tidak ditangani akan berpengaruh terhadap kondisi ibu dan bayi.

Ibu hamil kerap mengalami peradangan pada gusi (gingivitis), ditandai dengan gusi yang menjadi merah, membengkak, dan mudah berdarah. Ini dapat terjadi akibat peradangan yang sudah ada diperburuk perubahan hormonal selama kehamilan. Kondisi ini disebabkan ibu hamil kurang menjaga kesehatan gigi dan mulutnya. Sering mual dan muntah (morning sickness) yang dialami selama kehamilan berpengaruh juga ke gigi akibat peningkatan asam yang dapat mengikis dan merusak gigi. Setelah ibu hamil muntah, dianjurkan untuk berkumur dengan air dan tunggu sekitar setengah jam baru menyikat gigi untuk menghindari semakin terkikisnya gigi. Risiko terjadinya karies gigi (gigi berlubang) yang bertambah parah juga menjadi masalah apabila lubang semakin dalam dan menyebabkan sakit gigi ataupun gusi bengkak (abses gigi). Secara garis besar, ibu hamil yang memiliki masalah pada gigi dan mulutnya akan menyebabkan sulit makan, alhasil, nutrisi yang seharusnya masuk untuk janin berkurang karena rasa tidak nyaman saat makan. Hal ini dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah.

Tindakan perawatan gigi pada umumnya dapat dilakukan pada semua periode kehamilan, meskipun lebih ideal dilakukan pada trimester kedua. Pada trimester pertama kehamilan, organ vital bayi sedang terbentuk sehingga tindakan perawatan gigi atau obat-obatan sebaiknya dihindari. Trimester ketiga kehamilan masih aman untuk tindakan, tetapi akan tidak nyaman pada punggung jika perawatan gigi dilakukan dalam waktu yang lama dan kemungkinan kontraksi terjadi lebih cepat mengakibatkan kelahiran prematur. Saat memeriksakan diri ke dokter gigi, beritahukan kepada dokter gigi bahwa anda sedang hamil.

Ibu hamil sebaiknya menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menyikat gigi 2 kali sehari pagi (setelah sarapan) dan malam (sebelum tidur), membersihkan sela gigi dengan benang gigi/sikat interdental, serta menggunakan obat kumur antimikroba untuk mencegah bakteri. Jangan lupa untuk kontrol rutin ke dokter gigi selama 6 bulan sekali, tidak menunggu hanya saat ada keluhan saja. Bahkan sebelum kehamilan terjadi, penting untuk kontrol berkala ke dokter gigi agar nantinya tidak menimbulkan masalah serius

More

Mengenal Lebih Jauh Mengenai Halitosis (Bau Mulut) Secara Medis

Mengenal Lebih Jauh Mengenai Halitosis (Bau Mulut) Secara Medis

Pernahkah kamu merasa kurang nyaman berbicara dengan seseorang karena saat berbicara, tercium bau kurang sedap yang memuat dari mulut mereka? Ya, ini adalah Halitosis atau dikenal dengan bau mulut, yaitu merupakan kondisi dimana mulut mengeluarkan bau yang tidak sedap, tidak menyenangkan, dan menusuk hidung. Bau mulut ini akan menjadi masalah yang dapat memengaruhi kualitas hidup karena menurunnya kepercayaan diri dan terganggunya hubungan sosial seseorang.

 Jarang sekali orang yang menyadari bahwa mulutnya mengeluarkan bau tak sedap. Seseorang baru menyadari ketika orang-orang disekitarnya dengan refleks menutup hidung saat berkomunikasi dengan mereka. Diperkirakan 50% penduduk mengalami halitosis dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Dampaknya pun cukup signifikan baik secara pribadi maupun secara sosial.

Penyebab Bau Mulut (Halitosis)

Penyebab bau mulut (halitosis) bisa secara langsung, misal setelah makan makanan yang beraroma (petai, jengkol, durian, bawang,dsb). Tetapi akan menjadi masalah serius jika nafas bau mulut ini bersifat menetap (chronic halitosis). Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab bau mulut. biasanya terjadi karena kebersihan mulut yang buruk. Halitosis disebabkan oleh adanya Volatile Sulfur Compounds (VSCs), yaitu hydrogen sulfida, metil mercaptan, dan dimetil sulfida. VSC ini merupakan produk metabolisme bakteri yang ada di dalam mulut yang secara normal hidup di permukaan lidah. Pakar biologi pada pertemuan Perhimpunan Riset Dental Amerika melaporkan hasil temuan bahwa bakteri penyebab bau mulut adalah Solobacterium moorei. Rongga mulut berisikan jutaan bakteri anaerob yang mengolah protein dari makanan dan menguraikannya, seperti Fusobacterium dan Actinomyces. Proses penguraian protein tersebut menghasilkan bau. Penyebab mendasar dari nafas bau adalah lapisan yang menutupi permukaan bagian belakang lidah. Selain itu, akumulasi bakteri dalam mulut seseorang yang menyebabkan pH dalam rongga mulut bertambah banyak yang dapat berubah menjadi alkali dan mendorong pertumbuhan kuman negatif sehingga menimbulkan bau busuk.

Secara garis besar, halitosis dapat dibagi menjadi 3, yaitu : Genuine halitosis, pseudo-halitosis, dan halitofobia. Genuine halitosis dapat terjadi baik secara fisiologis maupun patologis. Halitosis dapat terjadi secara fisiologis karena menurunnya laju alir saliva ketika tidur dan karena beberapa makanan yang memiliki bau yang khas. Halitosis yang terjadi secara patologis disebabkan oleh hubungan multifaktorial antara lain :

  • Faktor lokal 

Biasanya disebabkan oleh kebersihan mulut yang buruk yang dapat terlihat dari adanya plak dan karang gigi, lidah yang berkerak (tongue coating), gigi berlubang/karies. Permukaan lidah dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dari sisa makanan dan saliva yang dimetabolisme dan memproduksi VSC. 

  • Faktor sistemik 

Selain faktor local yang disebutkan di atas, faktor sistemik juga menjadi salah satu penyebab bau mulut. Penyakit yang berhubungan dengan bau mulut yaitu infeksi saluran napas atas, diabetes, gagal ginjal, penyakit pencernaan (GERD), serta konsumsi obat-obatan tertentu seperti metronidazole, bifosfonat, antihistamin, antidepresan, diuretic, antipilepsi, dan relksan otot yang efeknya dapat membuat mulut kering.

  • Faktor psikogenik

Stress dan kecemasan dapat menjadi penyebab menurunnya laju alir saliva sehingga terjadi retensi plak yang menyebabkan peningkatan VSC dan bau mulut.

Selain genuine halitosis, jenis halitosis lainnya yaitu pseudo-halitosis dan halitofobia yang merupakan kondisi dimana seseorang meyakini dirinya memiliki halitosis walau sebenarnya orang tersebut tidak memiliki halitosis. Halitosis ini biasanya akan dikonsultasikan ke psikiatri untuk penanganannya.

Gejala dan Penanggulangan Bau Mulut

Gejala halitosis antara lain : mulut kering, mulut terbakar, adanya lapisan putih dan banyak lendir pada lidah dan tenggorokan, air liur yang kental, rasa metal pada mulut.

Jadi, bagaimana sih cara penanggulangan dan pencegahan bau mulut?

Caranya yaitu  dengan memperbaiki kebersihan rongga mulut,  yang dapat dilakukan sehari-hari seperti menyikat gigi dengan cara dan waktu yang tepat, menyikat lidah, menggunakan benang gigi dan sikat gigi interdental, serta rutin membersihkan gigi tiruan (jika ada). Selain itu, penambalan pada gigi yang berlubang, pencabutan sisa akar, dan pembersihan karang gigi juga perlu dilakukan untuk memperbaiki kondisi rongga mulut. 

Jika merasa bau mulut, segeralah memeriksakan diri ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut agar mendapatkan perawatan yang tepat. 

 

Referensi :

Contemporary Oral Medicine : A Comprehensive Approach to Clinical Practice

More